Banyak yang mungkin belum tahun bahwa membiasakan pemakaian alat tensi darah pada anak ternyata cukup penting. Karena pada kenyataannya, risiko tekanan darah tinggi maupun rendah dapat menyerang siapapun tanpa memandang usia. Berikut beberapa hal penting terkait pemeriksaan tekanan darah pada anak yang perlu menjadi perhatian.
Bahaya kelainan tensi pada anak
Tekanan darah tinggi (hipertensi) maupun rendah (hipotensi) sama-sama menimbulkan dampak berbahaya pada anak. Ketika tensi melonjak, mereka akan merasakan sejumlah gejala seperti mual, sakit kepala, sesak napas, dada berdebar hingga nyeri, sampai kejang. Adapun penyakit-penyakit yang mengintai mencakup stroke, gangguan fungsi hati, sampai serangan jantung.
Penyakit-penyakit tadi umumnya dialami anak yang mengalami hipertensi sekunder. Ada pula hipertensi primer yang muncul tanpa penyebab jelas. Meski begitu, ada faktor yang meningkatkan risiko seperti riwayat keluarga, paparan asap rokok, hingga kurang beraktivitas.
Sementara hipotensi terjadi saat aliran darah ke seluruh tubuh kurang optimal. Akibatnya, kadar oksigen maupun nutrisi tak tersalurkan secara merata ke jaringan maupun organ tubuh. Beberapa gejala yang patut diwaspadai mencakup pusing, pandangan berkunang-kunang, susah konsentrasi, mual dan muntah, sampai pingsan.
Faktor hipotensi pada anak beragam, dari dehidrasi, aritmia, sepsis, reaksi alergi, hingga efek samping konsumsi obat. Dalam kasus yang lebih parah, tekanan darah rendah akan mengacaukan fungsi organ vital seperti ginjal, jantung, sampai otak.
Mengembalikan tensi anak menjadi normal
Dengan tensimeter di rumah, Anda dapat mengecek tekanan darah pada anak. Batasan normal untuk anak usia 0 sampai 6 bulan adalah 65/45 mmHg sampai 90/65 mmHg. Kemudian usia 6 sampai 12 bulan berada di 80/55 mmHg sampai 100/65 mmHg. Sementara pada kelompok balita kisaran tekanan darah normalnya adalah 90/55 mmHg sampai 110/75 mmHg. Lalu untuk usia remaja pada 110/65 mmHg sampai 135/85 mmHG.
Salah satu tindakan yang dapat dilakukan untuk mengendalikan tekanan darah pada anak adalah mengurangi konsumsi makanan tinggi garam (natrium). Normalnya, anak usia 4-8 tahun hanya boleh mendapatkan asupan dibawah 1.200 mg per hari. Sementara anak yang lebih tua dibatasi tak lebih dari 1.500 mg per hari.
Kurangi juga makanan-makanan cepat saji yang memakai garam, kalori, dan lemak cukup tinggi. Kemudian, ajak anak untuk aktif bergerak dengan main di luar atau mengunjungi wahana bermain di luar ruangan. Batasi pula screen time pada televisi, smartphone, dan tablet yang cenderung membuat si Kecil malas bergerak.
Jika ragu atau bingung, sebaiknya konsultasikan dengan dokter dan ahli gizi. Mereka akan memberikan penanganan medis yang sesuai dan merekomendasikan menu yang lebih sehat. Tetap pantau dengan tensimeter untuk mencegah kemungkinan terburuk yang dapat mengganggu kualitas kesehatan anak.