Masyarakat Kota Batam kerap menghabiskan akhir pekan dengan mengunjungi Museum Raji Ali Haji.
Di museum ini terdapat sejarah kebudayaan Melayu hingga berdirinya Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).
Museum Raja Ali Haji terdapat di dalam kompleks Alun-alun Engku Putri, Batam Center.
Kawasan ini merupakan pusat pemerintah di tengah-tengah Kota Batam.
Sekarang museum menjadi destinasi wisatawan lokal dan mancanegara.
Museum Raja Ali Haji tepat berada di bangunan bekas perhelatan akbar MTQ XXV tingkat nasional pada 2014 lalu.
Setelah MTQ, gedung tersebut tidak digunakan.
Dua tahun lalu, gedung itu dialihfungsikan sebagai salah satu objek wisata Museum Raja Ali Haji.
Dari kejauhan museum ini terlihat seperti bangunan masjid, karena memiliki beberapa kubah dan menara.
Begitu juga corak bangunan yang keseluruhan berwarna putih.
Bagian depan museum juga terdapat mimbar bersejarah pelaksanaan MTQ Nasional 2014 lalu.
Pada pintu masuk pengunjung disambut dengan miniatur kayu kapal berbendera belanda.
Kapal ini sepertinya kapal perang Belanda, bagian kiri dan kanannya terdapat meriam.
“Ini memang kapal Belanda, yang dihancurkan oleh kerajaan Lingga karena melanggar perjanjian perdagangan,” kata Putra, salah seorang petugas Museum Raja Ali Haji bercerita.
Untuk menyusuri museum, pengunjung hanya perlu mengisi buku tamu.
Bangunan museum ini berbentuk memanjang dan melengkung.
Pengunjung bisa mulai menelusuri dari kiri atau kanan lorong.
Sebelum masuk lorong juga terdapat beberapa benda peninggalan bersejarah Melayu.
Seperti benda Lilin Sambang, yang digunakan saat calon mempelai berendam dalam prosesi pernikahan.
Kemudian ada juga replika Nasi Besar, yakni nasi yang disajikan dalam hajatan besar untuk menandakan kehalusan karakter orang Melayu.
Lalu ada juga Bangkeng atau Rukop, alat ini berguna sebagai lemari pakaian wanita dan banyak benda bersejarah lainnya.
Di sepanjang bangunan berbentuk lorong ini terpajang foto-foto jadul sejarah Kota Batam di dinding bangunan.
Mulai dari foto tokoh melayu, benda bersejarah hingga foto-foto kondisi Batam dahulu kala.
Di setiap panjangan foto terdapat penjelasan singkat dalam Bahasa Indonesia dan Inggris.
Pajangan foto lama itu menceritakan sejarah panjang Kota Batam.
Setiap foto dikelompokan di dinding yang berbeda-beda.
Mulai dari masa Belanda, Jepang, Kemerdekaan, kota administratif, masa Nong Isa hingga masa Otorita Batam (sekarang BP Batam) saat ini.
Beberapa benda peninggalan bersejarah yang masih utuh dipajang di sepanjang lorong.
Uniknya di semua pajangan tersebut tidak ada penjelasan tentang benda bersejarah itu.
Namun, terdapat barcode lengkap dengan logo pemerintah di kiri kanannya.
“Cara melihat keterangan benda itu melalui barcode, pengunjung harus barcode dulu pakai smartphone masing-masing,” kata Putra.
Setelah menggunakan peninjauan barcode akan keluar nama barang, jenis barang, lokasi penemuan, hingga keterangannya.
“Pengunjung kalau nggak punya smartphone gimana ini,” kata Irvan, salah seorang pengunjung di sela-sela memperhatikan benda-benda bersejarah itu dengan berkelakar.
Di pengujung lorong terdapat bagian sejarah otoritas Batam, bagian ini belum terisi secara penuh di lemari-lemari pajangannya.
Tidak hanya benda bersejarah, terakhir juga ada miniatur peta Kota Batam.
Putra mengatakan, Museum Raja Ali Haji ramai dikunjungi pada hari biasa oleh wisatawan mancanegara dari Singapura, Malaysia, Vietnam dan lainnya.
“Biasanya mereka datang rombong, satu rombongan bisa 100 orang, satu hari bisa dua kali rombongan yang datang,” katanya.
Sedangkan pada akhir pekan, pengunjung yang masuk ke museum Raja Ali Haji hanya sekitar 50-100 orang.
“Malahan ramainya pada weekdays,” kata Putra.
Akhir-akhir ini, pengunjung semakin ramai datang untuk mengambil foto dan video yang akan digunakan dalam lomba pemerintah Kota Batam.
“Kita liburnya hanya hari Senin saja, buka dari pukul 9 pagi sampai 5 sore,” katanya.
Salah seorang pengunjung, Irvan mengaku datang mengunjungi museum untuk menghabiskan waktu akhir pekan.
Meskipun sudah enam tahun di Kota Batam, ia baru kali ini berkunjung ke museum tersebut.
“Cuma panas saja di dalam museum, sedangkan kita butuh waktu untuk membaca sejarah-sejarah itu,” kata Irvan.
Pengunjung lainnya, Tasya mengatakan, datang ke museum untuk mencari tugas sejarah dari sekolahnya.
Ia sedang menelusuri benda-benda sejarah Melayu yang dilaporkan dalam bentuk video pendek.
“Tugas sekolah mas, disuruh cari sejarah-sejarah melayu,” kata siswa SMA 3 Kota Batam ini.
YOGI EKA SAHPUTRA